TAFSIR SURAH AL-WAQI'AH AYAT 15-16
Oleh KH. Abdul Hasib Hasan
عَلَىٰ سُرُرٖ مَّوۡضُونَةٖ ١٥
15. Mereka berada di atas dipan bertahtakan emas dan permata.
مُّتَّكِِٔينَ عَلَيۡهَا مُتَقَٰبِلِينَ ١٦
16. Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
Akar kata surur (tahta) adalah dari sarra, yang berarti membuat bahagia,
mempercayakan rahasia, menyembunyikan sesuatu. Darinya muncul banyak
kata yang membentuk pola makna menarik. Kata surur bermakna kebahagiaan,
yang menyiratkan bahwa sumber kebahagiaan adalah suatu rahasia yang
hanya bisa dibisikkan kepada diri sendiri. Itulah rahasia dari segala
rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Jika seseorang bahagia, maka
kebahagiaan itu sendiri adalah penjelasan tentang keadaan tersebut. Akan
tetapi, orang tidak bisa memberikan sumber itu kepada orang lain. Ini
berkaitan dengan tingkat kesadaran lainnya.
Kesenangan adalah sesuatu yang dapat dibagi dan dibeli. Kesenangan
berkaitan dengan berbagai keterikatan dan juga merupakan sesuatu yang
bersifat duniawi, sementara surur, kebahagiaan, hanyalah demi
kepentingannya sendiri. Burung bernyanyi, karena sifat alamiahnya memang
bemyanyi, tak peduli apakah ada pemburu yang sedang mengintainya atau
apakah tetangganya memberinya makanan tambahan. Kesenangan adalah hasil
dari sesuatu yang telah terjadi.
Ada seseorang kesepian dan kemudian ia menemukan seorang sahabat yang
bersedia mendengar dan menanggapi apa yang diyakininya—inilah
kesenangan. Ada seseorang lapar; perutnya kosong, dan kemudian ada
makanan—itulah kesenangan. Kesenangan bagaikan netralisasi: kutub
positif dan negatif bertemu sehingga dan kemudian dinetralisasi.
Kegembiraan adalah sesuatu yang lain lagi; ia adalah penangkal dari
kutub negatif. Kegembiraan terjadi ketika apa yang dianggap menyenangkan
sudah diketahui sebagai ilusi (wahm). Penangkal kutub negatif adalah
kutub positif, dan inilah keadaan normal manusia. Karena alasan inilah
manusia secara inheren mencari kebahagiaan.
Ia mengetahui kesenangan; ia tahu bahwa kebahagiaan dapat dibeli,
tetapi ia tidak mengetahui cara menuju kebahagiaan itu. Manusia mencari
kebahagiaan karena memang itulah sifat alamiahnya. la tidak bahagia
karena ia berkali-kali mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia
memerlukan sesuatu agar bisa bahagia. Ia selalu memburunya. Akan tetapi,
begitu ia sudah memperolehnya, ia pun menginginkan sesuatu yang lain.
Pintu menuju rumah kebahagiaan adalah pengetahuan tentang bagaimana
menguraikan ikatan yang telah dibuat seseorang. Itulah sebabnya
dikatakan bahwa sumber kebahagiaan itu adalah rahasia dari segala
rahasia. Sesuatu yang diinginkan dengan sendirinya adalah sebuah wahm.
Pengetahuan tentang wahm menjadi penangkal baginya.
Dan jika penangkalnya itu memang murni, maka akar kebahagiaan itu
dipupuk dari dalam. Itulah tanah subur tempat pohon kepuasan akan
tumbuh. Kepuasan adalah sebuah pohon yang tidak bisa ditanamkan pada
orang lain. Seseorang harus memupuk dan menumbuhkannya dengan segenap
usaha dan jerih payahnya sendiri.
Sebenarnya sudah ada kepuasan yang inheren dalam dalam diri makhluk
seperti burung. Akan tetapi, manusia memiliki kesadaran tentang kepuasan
itu. Selanjutnya, manusia memiliki cahaya kesadaran dari kesadaran. Ini
mengukuhkan manusia sebagai makhluk paling luhur dan termulia. Manusia
sadar akan kesadaran tentang kebahagian. Manusia juga sadar akan
kesadaran tentang ketidakbahagiannya.
Surur tidak bisa diwariskan, tetapi harus diperoleh dengan usaha dan
jerih payah. Jika seseorang telah mengetahui cara untuk mendapatkannya,
maka ia akan terus mencarinya sepanjang hayat masih dikandung badan. Ini
sama sekali tidak berkaitan dengan waktu atau tempat. Sering kali
seseorang yang bodoh kembali ke danau atau puncak gunung tempat ia
berlibur atau mengalami masa indah, seraya berpikir bahwa ia akan mampu
menghadirkan kembali perasaan bahagia dalam hatinya. Ia merindukan
kebahagiaan.
Pencarian menyimpang ini dijumpai dalam jiwa orang-orang seperti artis
atau komponis. Dalam riwayat hidup orang-orang gila ini, seseorang akan
menemukan bahwa mereka sering kali kembali ke
gunung yang sama dengan maksud untuk menjalani sisa hidup mereka dalam
suatu ilusi romantis agar mereka bisa menghadirkan kembali momen-momen
kreatif mereka. Akan tetapi, momen-momen kreatif adalah momen-momen
keterputusan dari dunia ini.
Ini terjadi begitu saja bahwa ia berada di puncak gunung itu. la
merindukan momen kebahagiaan yang telah dialaminya tetapi tak bisa
dihadirkan kembali. la mengira bahwa kebahagiaan itu bisa digambarkan,
padahal tidaklah demikian halnya. "Jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan jalan
orang-orang yang sesat" (QS 1:7). Perhatikan apa saja yang menyusahkan
Anda dan menjauhkan Anda dari kebahagiaan: keterikatan, harapan, nafsu,
dan rasa takut—waspadalah terhadap semuanya ini dan Anda akan berada
dalam surga.
Akar kata surur juga berkaitan dengan kata yang bermakna pemotongan
ari-ari bayi yang baru lahir. Hal ini menjadi kebahagiaan, karena sang
anak sudah tidak bergantung lagi pada "rahim." Pemotongan ari-ari itu
mengawali kemandirian lahiriahnya dan mengantarkannya menuju kemungkinan
untuk memahami bahwa ia bergantung hanya kepada Allah. Inilah awal dari
sebuah perjalanan kebahagiaan yang di dalamnya sang anak mulai
mengetahui bahwa ia adalah "anak" dari Zat Yang Mahabenar dan Yang
Mahahakiki dan bahwa ia lahir karena rahmat Allah, sementara sang ibu
hanyalah alat tempat ia dititipkan sebelum lahir.
Potensialitas kehidupannya sebelum pembuahan ada dalam pengetahuan Allah
dan menjadi suatu ekspresi, suatu manifestasi. Sarîr (tahta, ranjang,
bentuk tunggal dari surur) adalah simbol kelegaan atau keterlepasan dari
segala gangguan luar dan juga sarana menuju kebahagiaan. Ini
memungkinkan seseorang untuk bersantai dan merasakan kebahagiaan, suatu
keadaan yang tenang. "Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan."
Sambil bersandar di tempat duduk itu, orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah) itu tidak merasa gelisah. Mereka merasa rileks atau
santai.
Kata mutaqâbilîn (berhadap-hadapan) berasal dari kata taqâbala yang
bermakna bertemu, saling berhadapan. Mereka pun saling melihat bayangan
mereka satu sama lain. Mereka melihat orang lain yang juga seperti diri
mereka sendiri. Mereka melihat penampilan yang berulang-ulang, yakni
hologram. Akar katanya adalah qabala, yang berarti menerima; kata
qiblah, yang berasal dari akar kata yang sama, berarti arah yang dituju
seseorang; qâbilah adalah seorang ibu rumah tangga, orang yang
menghadapi dan merawat sang bayi.
➖➖➖
Tidak ada komentar:
Posting Komentar